Pages

Minggu, 16 September 2012

Belajar Untuk meraih Cita-Cita

Kita percaya bahwa sukses hanya datang pada orang-orang yang menetapkan tujuan-tujuannya dan kemudian bekerja dengan giat untuk mencapainya. Karena itu,...kita perlu segera mulai menentukan tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang, menulis tujuan-tujuan itu,meninjau kemajuan kita pada setiap langkah, merayakan keberhasilan meraih tujuan tertentu, dan belajar dari tujuan-tujuan yang belum tercapai. - Rich DeVos


Apa yang saya pelajari dari seluruh proses pencarian cita-cita hidup pribadi saya sejauh ini? 

Pertama, saya belajar bahwa menemukan dan merumuskan sebuah cita-cita memerlukan proses pendewasaan dan pemberdayaan diri. Cita-cita tidak harus dirumuskan sekali untuk selamanya. Cita-cita bisa berubah dan berkembang bersama waktu dan pengalaman hidup. Cita-cita juga bisa hilang tertelan kesulitan hidup dan ketidakmampuan untuk memberi makna terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidup sehari-hari. Ada banyak orang yang telah kehilangan cita-cita masa kecilnya, atau mungkin cita-cita masa remajanya. Mereka sekarang hidup nyaris tanpa cita-cita yang jelas, kecuali sekadar mencari nafkah untuk hidup sehari-hari.

Kedua, saya belajar bahwa cita-cita seseorang boleh jadi sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia berada dan/atau bekerja. Lingkungan, keluarga, orangtua, sahabat, dan pihak-pihak lainnya, mencoba mendiktekan cita-cita yang "pantas" sesuai dengan arus deras keinginan dan harapan massal atau pandangan mayoritas di lingkungan terkait. Celakanya, cita-cita yang didiktekan oleh lingkungan itu belum tentu cocok dengan potensi, talenta dan bakat orang selaku pribadi yang unik dan tak terbandingkan. Mereka yang merumuskan cita-citanya berdasarkan pandangan mayoritas semata-mata, akan sangat menderita karena dipaksa untuk menyenangkan orang lain yang acapkali tidak berkesesuaian dengan keunikan poteni pribadinya.

Ketiga, saya belajar bahwa cita-cita yang baik harus muncul dari pengenalan terhadap potensi, talenta, dan bakat-bakat pribadi yang unik dan tak terbandingkan. Ia harus merupakan pernyataan yang muncul "dari dalam" (inside out) dan bukan "dari luar" (outside in). Cita-cita yang baik harus lahir dari kejujuran dalam proses pencarian diri yang tak berkesudahan, sampai tubuh berkalang tanah. Cita-cita yang baik harus membangkitkan motivasi untuk berjuang mengatasi berbagai problema kehidupan yang akan selalu ada, berkembang, dan tak kunjung habis.

Keempat, saya belajar bahwa apa yang sesungguhnya pantas disebut sebagai cita-cita tak lain tak bukan adalah keinginan-kehendak-kemauan dan harapan yang selalu tertanam dalam pikiran-hati (mind-heart). Cita-cita bukan sekadar keinginan-kemauan-kehendak saja. Cita-cita juga bukan sekadar harapan semata. Cita-cita bukan cuma hasil pikiran logis (mind), juga bukan pernyataan emosional saja (heart). Cita-cita mencakup semua itu, seluruhnya dan seutuhnya. Dan dalam pengertian ini, apa yang disebut sebagai visi dan misi hidup pribadi tak lain adalah cita-cita itu sendiri.

Kelima, saya belajar bahwa cita-cita bukanlah sasaran hidup karena sasaran hidup dibatasi oleh tenggat waktu tertentu. Menjadi insinyur, akuntan, ahli hukum, pengusaha, politisi, dan sebagainya, bukanlah cita-cita tetapi lebih tepat dikatakan sebagai sasaran hidup (goal in life). Mereka yang ingin menjadi insinyur atau sarjana di bidang apapun, misalnya, hanya perlu bersekolah selama 16-17 tahun. Batasan waktunya relatif jelas. Namun mereka yang bercita-cita "menjadi manusia yang berguna bagi bangsa dan negara"--seperti sering dikatakan oleh anak-anak kecil yang belum terpolusi oleh panas teriknya kehidupan-- harus memperjuangkan cita-cita itu seumur hidupnya.

Cita-cita yang sejati hanya mungkin dikatakan tercapai atau tidak sama sekali pada saat seseorang dijemput maut. Sementara apa yang disebut sasaran kehidupan dapat dirumuskan dalam bingkai waktu jangka pendek, jangka menengah, atau jangka panjang. Jadi, kalaupun cita-cita ingin dipersamakan dengan sasaran kehidupan, maka cita-cita adalah sasaran kehidupan tertinggi yang mungkin dicapai seseorang berdasarkan pengenalan terhadap dirinya seutuh dan seluruhnya. Pada titik ini cita-cita memang dekat dengan impian (dream), karena ia merupakan tujuan hidup yang tertinggi (highest purpose of life).

 Oleh : Andreas Harefa
Artikel selengkapnya dapat di baca di : pembelajar.com

Sumber : http://e-smartschool.co.id

0 komentar:

Posting Komentar